Outbound santriwati MTs Hidayatullah Muntilan

Penulis: Adnan Anan (Al-Fatih Jurnalism Club)

           “Nduk, kalau keluar rumah mbok pake kerudung toh nduk…. Auratnya di tutup… ” nasihat seorang ibu kepada anaknya.

           “Apa sih buk, ini tuh hidupku buk, aku tuh udah gede, udah bisa urus diriku sendiri. Jadi ibu ga usah ngatur-ngatur hidupku lagi. Lagian kerudung-kerudung kayak gitu tuh buat orang-orang arab sok suci doang kali. Dah ketinggalan zaman buk!” Bantah sang anak dengan lancangnya dan ‘Blar’ suara bantingan pintu terdengar keras.

           Itulah salah satu potret miris kehidupan masa kini terkikisnya akhlak, hilangnya rasa malu, mudahnya akses maksiat dan lain-lain menjadi corak kehidupan kita setiap hari. Seolah-olah hal yang demikian tadi adalah hal yang sudah menjadi kebiasaan atau sebuah budaya bagi kita.

           Padahal pada nyatanya hal tersebut malahan adalah suatu yang amat berbanding terbalik dengan kebudayaan kita sebagai bangsa Indonesia  dan yang paling utama sebagai seorang Muslim.

Sisi Krusial dalam Menjaga Aurat

           Kali ini kita tidak akan membahas satu-satu persatu tentang hal-hal tadi akan tetapi lebih berfokus kepada pentingnya menutup aurat itu.

           Pada zaman dahulu seorang wanita hanyalah sebuah status kekayaan, hanyalah sebuah alat (maaf) pemuas nafsu laki-laki, dahulu kala seorang anak perempuan adalah sebuah aib yang tak diharapkan kelahirannya sehingga tak heran jika banyak keluarga dari kalangan bangsa arab dengan teganya rela mengubur bayi perempuan mereka demi berlindung dari sebuah kata malu.

           Akan tetapi hal-hal demikian berhenti ketika islam datang membawa cahayanya. Islam mengangkat derajat dan kehormatan wanita, ia angkat bagai dari dasar lautan hingga setinggi-tingginya derajat itu. Ia jaga keindahan perempuan dengan perintah menutup auratnya.

           Sebagaimana yang Allah perintahkan dalam Al-Qur’an pada surat Al-Ahzab ayat ke 59 berikut:

يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّبِىُّ قُل لِّأَزْوَٰجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَآءِ ٱلْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِن جَلَٰبِيبِهِنَّ ۚ ذَٰلِكَ أَدْنَىٰٓ أَن يُعْرَفْنَ فَلَا يُؤْذَيْنَ ۗ وَكَانَ ٱللَّهُ غَفُورًا رَّحِيمًا

Wahai Nabi katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu, dan istri-istri orang mukmin, “hendaklah mereka menutupkan jilbabnya keseluruh tubuh mereka” yang demikian itu agar mereka lebih mudah untuk dikenali, sehingga mereka tidak diganggu dan Allah maha pengampun lagi maha penyayang.

           Dari ayat diatas, sudah sangat jelas perintah dari Allah SWT. Untuk mengenakan pakaian yang sopan dengan jilbab yang menutupi aurat dari atas kepala menjuntai hingga ujung kaki terkecuali wajah dan kedua telapak tangan yang merupakan batas aurat wanita.

           Perintah ini ditujukan untuk menjaga dan melindungi kaum wanita dari gangguan orang-orang yang menyalah gunakan kesempatan untuk melakukan Tindakan-tindakan yang tak pantas, dan salah satu fungsi lain dari hijab ini sendiri adalah sebagai pembeda antara wanita merdeka dan budak pada zaman Rasullah SAW. Dikarenakan pada saat itu , wanita Muslimah,wanita kafir dan wanita budak hampir dikatakan sama dalam hal penampilan.Dengan adanya perbedaan dalam hal penampilan, kehidupan para wanita dapat menjadi lebih baik dan terhormat sesuai kandungan firman Allah diatas dalam surat Al-Ahzab pada ayat ke 59 tadi.

           Sebagai penutup, jilbab diwajibkan kepada seluruh muslimah secara umum bertujuan untuk menjaga kehormatan, menjaga keindahan wanita dan menjaga keselematannya. Hendaknya kita mengusir jauh-jauh stigma bahwa jilbab bertujuan untuk membatasi gerak,aktualisasi,kemajuan dan perkembangan seorang wanita. Karena hal itu sangat bertentangan dengan tujuan diwajibkannya menutup aurat dan jilbab juga bukanlah sebuah simbol keterbelakangan, kelemahan, atau kekalahan kaum wanita terhadap suatu kelompok tertentu. Dan jika membuka aurat adalah simbol kemajuan berfikir maka bukankah seharusnya binatang lebih maju dibandingkan manusia?

Wallahu a’lam bishowab