Ust Abu Umair

Penulis: A. Syahid Azzam Rabbani (Al-Fatih Jurnalism Club)

           Agama islam adalah agama yang sangat detail dalam mengatur kehidupan para pemeluk dalam segala hal, tak terkecuali dalam muamalat, khususnya dalam perkara sewa-menyewa.

           Dalam pandangan fiqih, sewa-menyewa sendiri secara bahasa bermakna upah, sewa, imbalan, atau jasa. Sedangkan secara istilah bermakna perjanjian dua orang atau lebih yang lazimnya berkaitan dengan pernggunaan barang dengan waktu dan pembayaran yang telah disepakati.

           Sewa-menyewa atau yang disebut “الإجارة” (ijarah) dalam kitab Minhajul Muslim diperbolehkan berdasarkan dalil Al-Quran pada surat Al-Kahfi ayat 70, dan Al-Qashas ayat 26-27. Nabi SAW pun pernah memperkerjakan seseorang sebagai penunjuk jalan ke madinah tatkala beliau berhijrah bersama Abu Bakar RA.

           Dalam pelaksanaan sewa-menyewa sendiri, terdapat beberapa aturan-aturan yang wajib diketahui dan dilakukan para pelaku sewa-menyewa sehingga tak sembarangan orang dan tak sembarangan barang yang dapat dimasukkan dalam sewa-menyewa ini. Adapun ketentuan dalam sewa-menyewa adalah sebagai berikut:

  1. Hendaknya manfaat dan barang atau jasa adalah hal yang dihalalkan dan diketahui kegunaannya dengan jelas.
  2. Hendaknya upah pembayaran telah jelas diketahui dan dilakukan.

           Itulah tadi beberapa ketentuan dan pembahasan singkat dari “الإجارة” atau sewa menyewa dalam pandangan agama islam. sebagai penutup, penulis berpesan agar hendaknya tidak melakukan sebuah akad yang merugikan satu sama lain guna menghindari hal-hal yang merugikan khususnya dalam hal muamalat.

Wallahu a’lam bishowab