Kemerdekaan. Kata kemerdekaan berasal dari padanan kata “merdeka” yang memiliki arti bebas. Kemerdekaan atau kebebasan menjadi satu kata yang mewakili seluruh darah dan keringat para pejuang, pembela, serta pemberi harapan bangsa ini dalam membebaskan Indonesia dari cengkeraman tangan besi para penjajah yang bengis dan kejam. Setelah gelap, terbitlah terang. Kemerdekaan menjadi achievement atau prestasi pertama bagi bangsa Indonesia yang kelak akan selalu diingat dan dikenang dalam sanubari bangsa ini.
17 Agustus 1945 menjadi hari ditancapkannya pasak harapan negeri kita yang tercinta ini. Dengan segala kegigihan serta keberanian, para pahlawan bangsa tiada henti memperjuangkan impian dan cita-cita yang mulia, yakni kebebasan dan kemerdekaan Republik Indonesia. Para pejuang bangsa ini tak pernah menyerah, meskipun keadaan mereka sangat terdesak dengan berbagai kekurangan yang ada. Banyak dari mereka adalah orang-orang awam, orang kampung, petani, dan pedagang yang ingin memperjuangkan tanah leluhur mereka.
Namun, dari sekian banyak pejuang yang ikut bergerilya, berperang, dan melawan, yang paling mendominasi adalah golongan pemuda. Mengapa demikian? Karena mereka sadar bahwa bangsa ini merupakan bangsa yang terjajah dan teraniaya. Mereka sadar bahwa bangsa ini punya hak untuk bebas dan merdeka. Oleh karena itu, para pemuda ini berusaha semaksimal mungkin untuk ikut serta memperjuangkan negeri ini dengan berbagai cara dan usaha yang selaras dengan perkembangan zaman. Salah satunya adalah melalui perang dan diplomasi. Pemuda-pemudi bangsa selalu berpikir jauh ke depan, menyadari hal-hal dengan cepat, cerdas, dan cekatan. Dengan sikap itulah mereka berani mengambil langkah maju untuk membebaskan bangsa dan negara ini.
Jenderal Sudirman, seorang patriot muda yang produktif, cerdas, kompeten, dan pantang menyerah, berhasil mencetuskan strategi perang yang sangat cerdas, yakni gerilya. Gerilya adalah strategi penyerangan yang dilakukan secara sembunyi-sembunyi untuk mengelabui musuh. Begitu cerdasnya patriot muda ini hingga strategi perang yang ia cetuskan diadopsi dan dipakai oleh negara-negara lain sebagai strategi perang utama militer mereka.
Keteladanan Jenderal Sudirman menjadi bukti bahwa setiap orang pasti memiliki potensi masing-masing, terlebih para pemuda yang masih mencari potensi dan jati dirinya. Oleh karena itu, para pemuda sepatutnya memiliki semangat dan keberanian yang besar agar tercipta jati diri yang kokoh dan tidak mudah putus asa. Selain Jenderal Sudirman, masih banyak tokoh-tokoh pemuda-pemudi yang memiliki andil besar dalam kemerdekaan negeri ini, seperti Ahmad Lusi (dikenal oleh masyarakat sebagai Thomas Matulessi), Kapiten Patimura, dan tokoh 3 Serangkai. Keberanian serta sikap pantang menyerah yang mereka miliki sangat luar biasa. Hal ini menunjukkan sikap nasionalisme mereka yang tinggi, yang sepatutnya juga dimiliki oleh generasi muda zaman sekarang.
Namun, dewasa ini tidak sedikit generasi muda yang justru berlawanan dengan sikap-sikap mulia para pejuang muda. Banyak pemuda zaman sekarang yang kehilangan sikap nasionalismenya. Sebagai contoh krisis sikap nasionalisme pada diri pemuda zaman sekarang adalah banyaknya pemuda yang tidak hafal dasar-dasar negara kita, yakni Pancasila. Padahal, Pancasila seharusnya sudah diajarkan sejak kita mengenyam pendidikan di sekolah dasar, bahkan sejak taman kanak-kanak. Pancasila adalah dasar negara yang memiliki nilai-nilai moral dan sosial yang tinggi dan luhur. Lantas bagaimana perilaku pemuda zaman sekarang yang menghafal Pancasila saja tidak, apalagi mengamalkannya?
Contoh kasus kedua adalah tidak sedikit pemuda zaman sekarang yang mulai melupakan jasa-jasa dan keteladanan para pahlawan, atau bisa dibilang mereka mulai jenuh dan malas menyimak pembelajaran sejarah bangsa ini. Problem ini sangat memengaruhi kualitas nasionalisme pada pribadi pemuda, terutama para pelajar. Pahlawan bangsa dan pelopor kemerdekaan Republik Indonesia, yang seharusnya menjadi figur teladan dalam pembentukan jati diri dan potensi, justru dilupakan oleh generasi muda zaman sekarang.
Dari dua contoh di atas, terlihat jelas kurangnya pemahaman generasi muda mengenai urgensi dan sejarah kemerdekaan negeri ini. Oleh karena itu, perlu adanya pemupukan pemahaman terkait rasa nasionalisme ini dengan cara mengingat sejarah perjuangan para pahlawan dan berdirinya negeri ini melalui perayaan Hari Ulang Tahun (HUT) Kemerdekaan Indonesia. Perayaan HUT RI, atau yang biasa disebut tujuh belasan, dapat menjadi perantara penanaman rasa nasionalisme dan sosial bagi masyarakat dengan cara mengikuti lomba-lomba yang ada.
Tradisi perlombaan tujuh belasan memiliki nilai-nilai filosofi tersendiri. Contohnya, permainan balap karung yang dapat menjadi simbol kerja sama dan kekompakan. Panjat pinang dapat dimaknai sebagai lambang panjangnya perjuangan Indonesia dalam meraih kemerdekaan. Dan masih banyak lomba-lomba lainnya yang memiliki filosofi tersendiri.
Selain melalui tradisi perlombaan, salah satu cara menanamkan rasa nasionalisme pada diri generasi muda adalah dengan pembimbingan dan pembelajaran mengenai hal tersebut. Dengan dua cara ini, dapat menjadi sarana untuk memunculkan sifat mulia para pejuang kemerdekaan yang sudah mulai memudar semakin hari. Dengan begitu, wacana Generasi Emas tahun 2045 bisa menjadi kenyataan, tak lagi sekadar mimpi.